BELAJAR DARI PAK HARTO

29/01/08

Dada masih terasa sesek, pengin nangis tapi malu, ditahan malah bikin batuk.
Begitu rasanaya mengikuti detik demi detik prosesi pemakaman sang Jendal Besar ini.
Di masa perjuangan reformasi tahun 97-98, saya adalah mahasiswa yang sangat garang melawan Orde BAru dengan Dwi Fungsi ABRI yang keterlaluan itu.
Akibat dari kebijakan ini menyebabkan kerugian yang sangat mendasar dari hak-hak rakyat seperti : Kebebasan berbicara dan berkumpul (sudah diatur dalam UUD), kebebasan berekspresi dan belajar apa saja dan yang pasti adalah kebebasan mengkritik dan mengontrol penguasa. Jelas norma diatas sangat kontradiktif dengan dunia kampus yang seharusnya mengedepankan kebebasan dalam bayak hal agar sang pencari ilmu itu bisa memperoleh apa saja untuk dipelajari.

Tapi dibalik "kebencian" saya pada penguasa ini, setelah beliau lengser 98, sebenarnya dalam hati saya miris dengan kondisi beliau, saya curiga apa benar seorang Soeharto adalah manusia yang otoriter, bengis, angker, jahat, dan lain sebagainya ? kalau memang ya, kok bisa 32 tahun berkuasa ? apa jutaan rakyat kita sudah buta sehingga menempatkan seorang kriminal menjadi presiden terus menerus ? ini bertentangan dengan nilai moral yang saya yakini "Menjadi pemimpin harus baik", pemimpin apapun, bahkan pemimpin perampok pun harus baik, minimal pada anak buahnya.

Adalah mas Bondan Winarno (yang kita kenal dengan "mak Nyosss...".) menulis di koran tentang 3 titik pertemuanya dengan pak Harto (ternyata mas Bodan itu orang penting, pinter dan mantan direktur perusahaan penting). Kesimpulan mas Bodan adalah "Sebenarnyalah pak Harto sangat dekat dengan isu-isu kerakyatan dan juga selalu berada di fihak rakyat. Sayangnya, terlalu banyak orang-orang di sekitarnya yang tidak mampu mengeksekusi arahan pak Harto".Nah, terbukti kan, saya jadi makin objective, benar saja dada saya sesek, karena memang sang Jendral ini sebenarnya memang orang baik.

Saya pernah punya atasan yang sangat kagum denagn Soeharto, katanya "Dia adalah ahli strategi yang tak tertandingi", apa iya ? memang bagaimana sih cara dia mempimpin dan membuat strategi ? pak Emil Salim (mantan mentri ORBA) menulis pula di koran dan menarik kesimpulan dari gaya kepemimpinan pak Harto :
1. Semua orang harus bisa bekerja secara Team dan terkoordinasi
2. Segala masalah dituangkan dan kertas memoradum (ada dokumentasi dan data yang jelas)
3. Bekerja terfokus pada sasaran tertentu

Dari mana pak Harto belajar ini ? padahal dulu belum ada James Gwee, Hermawan Kertajaya, atau Andre Wongso .... atau malah mereka ini yang belajar dari pak Harto ? Siapa sih gurunya pak Harto ? ternyata tidak lain dan adalah Budaya Jawa. Kok bisa ? Pak Emil (orang Sumatra itu) yang kerap bertemu secara informal dengan pak Harto menyatakan paling tidak ada 3 hal yang mendasari nilai-nilai moralnya dalam bekerja :

1. Glurung tanpa bala : artinya perang tanpa pasukan, beliau sangat meyakini jika melawan ketamakan meski tanpa pasukan pun pasti akan didukung
2. Sugih tanpa banda : artinya kaya tanpa harta, beliau percaya bahwa kekayaaan non material lebih penting dari pada material
3. Menang tanpa ngasorake : Meraih kemenangan tanpa membanggakan diri, tidak boleh sombong.

Saya benar-benar terinsipirasi dengan Pak Harto, suatu saat negri ini akan sangat berterimakasih pada nya, meski sekarang konteks nya belum tepat, pemerintah selalu dipersimpangan untuk menegakan hukum terkait kasus-kasus ynag ditudingkan ke pak Harto. Menurut saya ADILI SAJA lalu MAAFKAN lalu REHABILITASI namanya dengan sehalaman iklan di semua koran selama 7 hari berturut turut ..... dan selesai sudah !!

Tenggorakan sakit menahan sedih, seorang guru yang mestinya menginspirasi hidup malah pernah saya maki-maki dimasa lalu ..... selamat jalan pak Harto, semoga saya bisa jadi Presiden yang lebih baik dari sampeyan suatu hari nanti, amin......

Secangkir jahe kusruput sendiri ....... sruputzzzzzzzzzzzzz ehm ehm uhuk uhuk ......hiks !

Comments