"TAHU dan TEMPE"
22/01/08
"Udah bu mau bayar nih" ujarku sambil menyodorkan uang 50 ribuan.
"Makan pakai apa pak ?" tanya si ibu penjaga warung nasi sunda.
"Biasa, favorit saya, pakai tempe dua, tahu dua, ayam dan lalapan...." jawabku
"Tempe tahu mahal lho pak, dah hampir sama dengan telor....sudah gt susah pula jualnya" ujarnya
"Ga papa lah.... yang penting sehat bisa makan tahu dan tempe bu" sahutku
Begitulah kira-kira obrolan singkat saat transaksi sehabis makan siang.
Tahu dan tempe, kenapa susah sekali dijual jika harganya naik ?
Wajar jika harga bahan mentah tahu dan tempe naik, harga jual produk juga naik, tapi tidak bisa begitu saja ? kenapa ?
Orang lebih baik beli telor atau ikan, jika harga tahu dan tempe naik, padahal nilai gizinya tak tergantikan, kenapa ?
APRESIASI dan IMAGE tempe dan tahu sangat rendah dimata customer, ini kuncinya !!!
Sebenarnya terjadi disemua produk, jika imagenya rendah, sangat sulit untuk memainkan harga.
Tempe dan tahu selama ini hanya di create sebagai komoditas, bukan brand, apa bisa jadi brand ? Bisa !
Contohnya telor ayam negri, dengan sedikit sentuhan teknologi pakan ayam, maka telur ayam negri biasa menjadi produk yang bukan sekedar komoditas tetapi memiliki image khusus yaitu "telur ber vitamin". Ada mulai bermunculan merk-merk telur ber vitamin ini, dan harganya memang diatas rata-rata telur biasa (komoditas).
Bagaimana dengan pakaian ? sama saja, jika diperlakukan sebagai komoditas atau dipandang sebagai kebutuhan dasar saja, maka pakaian yang murah lah yang bisa dijual, tetapi mahal sedikit .... ga ada yang beli. Pakaian harus di create sebagai brand, harus ada unsur penyerta sebagai "nilai" yang tak tergantikan. Unsur tersebut adalah :
1. Fungsi dan nilai, Jelas fungsinya dan product harus memiliki keunggulan khusus
2. Gaya hidup, satu kesatuan konsep penampilan yang disesuaikan dengan aktifitas (kerja, liburan, jalan-jalan, resmi, casual dll)
3. Emosional, trend dan kebanggaan memilikinya
Dengan penggabungan ketiga unsur diatas, maka sebuah product tidak lagi menjadi komoditas, tetapi menjadi suatu barang yang memiliki brand/merk yang pantas diperhitungkan. Ketiga hal diatas harus terus dikomunikasikan dengan image khusus dan promosi yang manarik.
Begitulah nasib Tempe dan Tahu jika tak mau berubah, hanya menjadi komoditas yang memiliki apresiasi dan image yang rendah. Bagaimana dengan pakaian kita ?
Secangkir kopi disruput sendiri, sruputzzzzzzzzzzzzzzzzz mak nyossssssssssssssssss
"Udah bu mau bayar nih" ujarku sambil menyodorkan uang 50 ribuan.
"Makan pakai apa pak ?" tanya si ibu penjaga warung nasi sunda.
"Biasa, favorit saya, pakai tempe dua, tahu dua, ayam dan lalapan...." jawabku
"Tempe tahu mahal lho pak, dah hampir sama dengan telor....sudah gt susah pula jualnya" ujarnya
"Ga papa lah.... yang penting sehat bisa makan tahu dan tempe bu" sahutku
Begitulah kira-kira obrolan singkat saat transaksi sehabis makan siang.
Tahu dan tempe, kenapa susah sekali dijual jika harganya naik ?
Wajar jika harga bahan mentah tahu dan tempe naik, harga jual produk juga naik, tapi tidak bisa begitu saja ? kenapa ?
Orang lebih baik beli telor atau ikan, jika harga tahu dan tempe naik, padahal nilai gizinya tak tergantikan, kenapa ?
APRESIASI dan IMAGE tempe dan tahu sangat rendah dimata customer, ini kuncinya !!!
Sebenarnya terjadi disemua produk, jika imagenya rendah, sangat sulit untuk memainkan harga.
Tempe dan tahu selama ini hanya di create sebagai komoditas, bukan brand, apa bisa jadi brand ? Bisa !
Contohnya telor ayam negri, dengan sedikit sentuhan teknologi pakan ayam, maka telur ayam negri biasa menjadi produk yang bukan sekedar komoditas tetapi memiliki image khusus yaitu "telur ber vitamin". Ada mulai bermunculan merk-merk telur ber vitamin ini, dan harganya memang diatas rata-rata telur biasa (komoditas).
Bagaimana dengan pakaian ? sama saja, jika diperlakukan sebagai komoditas atau dipandang sebagai kebutuhan dasar saja, maka pakaian yang murah lah yang bisa dijual, tetapi mahal sedikit .... ga ada yang beli. Pakaian harus di create sebagai brand, harus ada unsur penyerta sebagai "nilai" yang tak tergantikan. Unsur tersebut adalah :
1. Fungsi dan nilai, Jelas fungsinya dan product harus memiliki keunggulan khusus
2. Gaya hidup, satu kesatuan konsep penampilan yang disesuaikan dengan aktifitas (kerja, liburan, jalan-jalan, resmi, casual dll)
3. Emosional, trend dan kebanggaan memilikinya
Dengan penggabungan ketiga unsur diatas, maka sebuah product tidak lagi menjadi komoditas, tetapi menjadi suatu barang yang memiliki brand/merk yang pantas diperhitungkan. Ketiga hal diatas harus terus dikomunikasikan dengan image khusus dan promosi yang manarik.
Begitulah nasib Tempe dan Tahu jika tak mau berubah, hanya menjadi komoditas yang memiliki apresiasi dan image yang rendah. Bagaimana dengan pakaian kita ?
Secangkir kopi disruput sendiri, sruputzzzzzzzzzzzzzzzzz mak nyossssssssssssssssss
Comments