"BELAJAR BAHAGIA"
17/7/2008
Hasil survey baru-baru ini di Amerika menyimpulkan bahwa rata-rata anak-anak normal tertawa 300 kali sehari, sedangkan orang dewasa hanya 17 kali sehari. Sebuah perbandingan yang cukup extrim bukan ? dari fakta ini jelas nyata bahwa anak-anak pasti jauh lebih bahagia dari orang dewasa dan ini mutlak terjadi untuk anak-anak karena :
1. Seluruh system pertumbuhanya membutuhkan suasana yang kondusif untuk berkembang
2. Tubuh yang masih rentan itu belum sanggup menerima tekanan, baik mental mupun fisik, maka harus selalu nyaman.
3. Tertawa adalah pertahan dari semua penyakit untuk tubuh yang masih lemah
Nah, bagi kita yang sudah dewasa, apakah tidak boleh bahagia ? pertanyaan extrim bukan ?
Secara normatif, cara orang dewsa mencapai bahagia dengan cara yang berbeda.
Berbeda dengan anak-anak yang memiliki definisi sempit soal bahagia (cukup tertawa 300 kali ?), orang dewasa lebih kompleks menterjemahkanya. Pemenuhan kebutuhan fisik saja seringkali tidak bisa dibilang cukup untuk sebuah definisi bahagia, justru pemenuhan kebutuhan mental yang sering dituntut, padahal kebutuhan mental ini unlimited atau tak ada ujungnya. Sebuah pilihan, itulah pada akhirnya, bahwa masing-masing orang dewasa lalu menterjemahkan bahagia dengan versi yang berbeda-beda. Menggabungkan semua kemauan untuk mencapai bahagia hanya membuat orang menjadi frustasi, karena pasti tidak pernah tercapai. Maka harus kembali pada prinsip pribadi. Bagi yang sudah berkeluarga biasanya melebur prinsip pribadi ini bersama pasanganya dan menjadikannya prinsip keluarga. Jika dalam keluarga berbeda prinsip untuk mencapai bahagia, pasti keluarga itu tidak bertahan lama, atau mungkin akan tersiksa selamanya.
Lalu dengan sengaja atau tidak, yang memiliki definisi sama tentang bahagia akan mengelompok dalam satu ikatan tertentu. Misalnya kelompok orang yang bahagia karena mengumpulkan uang, maka akan lebih bahagia jika bertemu dengan orang yang sejenisnya. Kelompok orang yang bahagia karena banyak berdoa, maka akan berkumpul dengan yang suka berdoa. Kelompok yang suka bermalas-malas, pasti juga akan bertambah bahagia jika bersama orang yang bermalas malas. Namun ada juga kelompok yang berlebihan, hingga membuat batas bahagia yang disepakati ini hilang. Misalnya kelompok pencari uang akan mati-matian terus mencari uang yang tak ada ujung, menjadi serakah atas banyak hal, buntutnya bukan bahagia bersama, tapi frustasi bersama (pernah terjadi di perusahaan MLM, ada beberapa leader yang frustasi, mengundurkan diri dan akhirnya kelompoknya juga bubar). Ada juga kelompok doa yang keterlaluan, merasa diri sangat dekat dengan pencipta, hingga bisa meramalkan kebahagiaan sejati dengan kematian (terakhir seorang pendeta di Bandung yang mengajak umatnya bunuh diri, atau Jamaah Islamiah yang mengajak umatnya melakukan bom bunuh diri). Kelompok pemalas adalah yang paling keterlaluan, karena bahagianya dengan bermalas-malas maka segala hal tidak ada yang beres, ujungnya adalah kemiskinan, kriminalitas, pembunuhan, dan perampokan.
Nah, begitulah orang dewasa bahagia, harus ada batas agar lebih tahu titik optimalnya sehingga bisa berkata "Cukup, ini sudah cukup...", jika dikasih lebih pun, itu adalah bonus, bukan diupayakan. Saya percaya ada orang yang memang diberi karunia lebih dari cukup setelah hatinya menyatakan cukup untuk definisi bahagianya. Ini jelas tidak terjadi begitu saja, "bonus" yang diberikan ini tentunya ada maksud, apalagi jika bukan dibagi untuk orang yang belum merasa cukup. Misalnya, orang yang selalu saja merasa diri terdorong maju, padahal dia sudah cukup bahagia dengan dorongan dirinya, maka wajar jika orang ini akan berbagi motivasi ke orang lain. Atau orang yang merasa cukup dengan harta 10 juta sebulan, maka selebihnya harus dibagi dengan yang lain. Ada juga orang yang merasa cukup dengan ilmunya, dan kelebihanya dibagi untuk orang lain. Dengan demikian, orang dewasa akan memperoleh bahagia yang berlipat karena sudah memiliki batas atas definisi bahagianya, plus bisa berbagi kelebihan bahagianya ini dengan orang lain.
Demikianlah, BAHAGIA untuk orang dewasa : "Menyatakan cukup untuk diri sendiri dan membagi kelebihanya pada orang lain"
Secangkir kopi kusruput sendiri...... mak nyozzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzz
Hasil survey baru-baru ini di Amerika menyimpulkan bahwa rata-rata anak-anak normal tertawa 300 kali sehari, sedangkan orang dewasa hanya 17 kali sehari. Sebuah perbandingan yang cukup extrim bukan ? dari fakta ini jelas nyata bahwa anak-anak pasti jauh lebih bahagia dari orang dewasa dan ini mutlak terjadi untuk anak-anak karena :
1. Seluruh system pertumbuhanya membutuhkan suasana yang kondusif untuk berkembang
2. Tubuh yang masih rentan itu belum sanggup menerima tekanan, baik mental mupun fisik, maka harus selalu nyaman.
3. Tertawa adalah pertahan dari semua penyakit untuk tubuh yang masih lemah
Nah, bagi kita yang sudah dewasa, apakah tidak boleh bahagia ? pertanyaan extrim bukan ?
Secara normatif, cara orang dewsa mencapai bahagia dengan cara yang berbeda.
Berbeda dengan anak-anak yang memiliki definisi sempit soal bahagia (cukup tertawa 300 kali ?), orang dewasa lebih kompleks menterjemahkanya. Pemenuhan kebutuhan fisik saja seringkali tidak bisa dibilang cukup untuk sebuah definisi bahagia, justru pemenuhan kebutuhan mental yang sering dituntut, padahal kebutuhan mental ini unlimited atau tak ada ujungnya. Sebuah pilihan, itulah pada akhirnya, bahwa masing-masing orang dewasa lalu menterjemahkan bahagia dengan versi yang berbeda-beda. Menggabungkan semua kemauan untuk mencapai bahagia hanya membuat orang menjadi frustasi, karena pasti tidak pernah tercapai. Maka harus kembali pada prinsip pribadi. Bagi yang sudah berkeluarga biasanya melebur prinsip pribadi ini bersama pasanganya dan menjadikannya prinsip keluarga. Jika dalam keluarga berbeda prinsip untuk mencapai bahagia, pasti keluarga itu tidak bertahan lama, atau mungkin akan tersiksa selamanya.
Lalu dengan sengaja atau tidak, yang memiliki definisi sama tentang bahagia akan mengelompok dalam satu ikatan tertentu. Misalnya kelompok orang yang bahagia karena mengumpulkan uang, maka akan lebih bahagia jika bertemu dengan orang yang sejenisnya. Kelompok orang yang bahagia karena banyak berdoa, maka akan berkumpul dengan yang suka berdoa. Kelompok yang suka bermalas-malas, pasti juga akan bertambah bahagia jika bersama orang yang bermalas malas. Namun ada juga kelompok yang berlebihan, hingga membuat batas bahagia yang disepakati ini hilang. Misalnya kelompok pencari uang akan mati-matian terus mencari uang yang tak ada ujung, menjadi serakah atas banyak hal, buntutnya bukan bahagia bersama, tapi frustasi bersama (pernah terjadi di perusahaan MLM, ada beberapa leader yang frustasi, mengundurkan diri dan akhirnya kelompoknya juga bubar). Ada juga kelompok doa yang keterlaluan, merasa diri sangat dekat dengan pencipta, hingga bisa meramalkan kebahagiaan sejati dengan kematian (terakhir seorang pendeta di Bandung yang mengajak umatnya bunuh diri, atau Jamaah Islamiah yang mengajak umatnya melakukan bom bunuh diri). Kelompok pemalas adalah yang paling keterlaluan, karena bahagianya dengan bermalas-malas maka segala hal tidak ada yang beres, ujungnya adalah kemiskinan, kriminalitas, pembunuhan, dan perampokan.
Nah, begitulah orang dewasa bahagia, harus ada batas agar lebih tahu titik optimalnya sehingga bisa berkata "Cukup, ini sudah cukup...", jika dikasih lebih pun, itu adalah bonus, bukan diupayakan. Saya percaya ada orang yang memang diberi karunia lebih dari cukup setelah hatinya menyatakan cukup untuk definisi bahagianya. Ini jelas tidak terjadi begitu saja, "bonus" yang diberikan ini tentunya ada maksud, apalagi jika bukan dibagi untuk orang yang belum merasa cukup. Misalnya, orang yang selalu saja merasa diri terdorong maju, padahal dia sudah cukup bahagia dengan dorongan dirinya, maka wajar jika orang ini akan berbagi motivasi ke orang lain. Atau orang yang merasa cukup dengan harta 10 juta sebulan, maka selebihnya harus dibagi dengan yang lain. Ada juga orang yang merasa cukup dengan ilmunya, dan kelebihanya dibagi untuk orang lain. Dengan demikian, orang dewasa akan memperoleh bahagia yang berlipat karena sudah memiliki batas atas definisi bahagianya, plus bisa berbagi kelebihan bahagianya ini dengan orang lain.
Demikianlah, BAHAGIA untuk orang dewasa : "Menyatakan cukup untuk diri sendiri dan membagi kelebihanya pada orang lain"
Secangkir kopi kusruput sendiri...... mak nyozzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzz
Comments
Boleh saya copy paste ke blog saya yach http://ermalianormalita.blogspot.com
Dan, satu hal lagi saya ingin sekali mengenal Bapak dan bertukar cerita. Salam Silaturahmi dari emma (ermalia.normalita@gmail.com)